Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Studi dan Pembangunan

Senin, 18 Juli 2016

Keberhasilan Tiongkok Mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus


Pemerintah telah menetapkan kawasan Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebagai proyek percontohan kawasan perdagangan dan pelabuhan khusus untuk special economic zone (SEZ) atau dikenal dengan kawasan ekonomi khusus (KEK). Menurut Menperdag periode 2004-2011 Mari E. Pangestu, KEK dibentuk sebagai embrio perbaikan iklim investasi bagi investor asing, yang bertujuan meningkatkan minat berinvestasi, meningkatkan kesempatan kerja, dan meningkatkan penerimaan pajak.Tidak ada salahnya bila kita belajar dari negara yang telah berhasil, yaitu Tiongkok. Sedangkan India dianggap kurang berhasil dalam membentuk KEK. Suzhou, salah satu KEK Tiongkok mampu meraih ekspor lebih dari US$20 miliar per tahun. Bandingkan dengan Batam dan Bintan, yang hanya menghasilkan ekspor US$4,86 miliar per tahun.

Pesatnya perekonomian Tiongkok tidak terlepas dari perkembangan ekonomi Tiongkok di wilayah selatan, terutama Provinsi Guangdong (d/h Kanton). Perkembangan Guangdong berasal dari kemajuan tiga kota yang ditetapkan sebagai KEK di provinsi ini, yaitu Shenzhen, Zhuhai dan Shantau sejak 1988. 

Pesatnya kemajuan Shenzhen ditandai dengan westernisasi, gedung pencakar langit yang tinggi, mobil keluaran terakhir, penduduknya dengan telepon seluler berseliweran, dan gaya berpakaian mengikuti tren terakhir. Pada 2001/2002 pertumbuhan ekonomi Tiongkok rata rata 7,3%, khusus Guangdong sudah mencapai 9,5%. Pendapatan per kapitanya mencapai US$2.003 per tahun, jauh di atas pendapatan rata rata Tiongkok yang hanya US$789 per tahun. Tiongkok memulai pembentukan KEK pada 1980. Setiap KEK mempunyai target kekhususan (specially) berbeda dengan KEK lainnya. Shenzhen dengan luas 39.580 ha, khusus untuk industri peranti lunak komputer, komponen mikroelektronik, video dan audio tape, industri elektronika yang terintegrasi, dan industri tingkat tinggi untuk energi.Shantau seluas 23.400 ha, khusus untuk industri ultrasonik; petrokimia, mesin, makanan, farmasi, pengepakan dan percetakan, dan kerajinan tangan. Hainan seluas 3.392.000 ha, khusus untuk industri karet; metalurgi, petrokimia, otomotif; makanan yang diproses, kertas, tembakau, tekstil, alat bangunan, mesin dan elektronik. Pudong seluas 55.600 ha, khusus untuk industri keuangan perdagangan, manufaktur untuk elektronik, semi konduktor, dan biofarmasi. 

Di India KEK baru dimulai pada 2000. KEK di India mempunyai misi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, di samping meningkatkan industri manufaktur, meningkatkan ekspor, dan penyerapan tenaga kerja. KEK ada di kota Kandla, Noida, Chennal, Cochin, Falta, Surat, Jaiour, Visakhapatnam, Indore, dan Manikancham. Berbeda dengan Tiongkok , KEK di India mempunyai target sangat luas (tidak spesifik) dan mirip untuk tiap kawasan, yaitu meningkatkan industri manufaktur elektronik yang akan dikonsumsi, peralatan telekomunikasi, komponen mobil, farmasi, bio teknologi dan pendidikan. 

Lalu, kebijakan apa yang dilakukan Tiongkok untuk meningkatkan ekonomi terutama di KEK sehingga berhasil? Hal ini dapat dijelaskan dengan membandingkan dengan apa yang dilakukan oleh India.
Pertama, institusi di Tiongkok kuat. Pendelegasian yang tegas bagi provinsi dalam mengatur kebijakan KEK dengan otonomi khusus. Gubernur dan pejabat yang memimpin KEK bekerja sebagai mitra, misalnya perjanjian investasi, baik asing maupun domestik. Sementara India, kebijakan KEK ditentukan oleh pemerintah pusat, yaitu di bawah kementerian perdagangan, yang selanjutnya memilih development commissioner (DC) untuk menjalankan kebijakan KEK.
Kedua, kebijakan berfokus pada pengembangan kemandirian ekonomi di KEK, yaitu menarik investasi yang diiringi dengan transfer teknologi. Sementara India hanya fokus pada peningkatan ekspor. Kebijakan upah di Tiongkok adalah fleksibel dan mengikuti harga pasar. Sedangkan India, upah buruh tidak mengikuti harga pasar. Di Tiongkok segala macam kebijakan pemerintah relatif stabil, sementara di India tidak stabil.
Ketiga, di Tiongkok segala macam aturan dibuat langsung oleh gubernur provinsi, tanpa birokrasi yang berbelit. Sedangkan India, peraturan dibuat oleh DC. 
Keempat, infrastruktur KEK di Tiongkok memadai, a.l. infrastruktur transportasi mencukupi, dekat dengan pelabuhan udara dan laut, energi listrik memadai dengan tarif yang murah. Sedangkan infrastruktur di India kurang memadai.
Kelima, kawasan KEK di Tiongkok memberikan insentif menggiurkan bagi para investor yaitu pengurangan corporate tax sebesar 15%. 

Lalu bagaimana prospek KEK di Indonesia? 
Pertama, berdasarkan pengalaman Tiongkok, KEK membutuhkan institusi yang kuat. Bukti empiris memperlihatkan, penyebab utama krisis di Indonesia adalah institusi kita sangat lemah. Berdasarkan survei Merly Khouw (2004), terdapat faktor yang mempengaruhi bisnis dalam perekonomian, institusi yang lemah , kurang efektifnya lembaga peradilan dan kepolisian, peraturan investasi/perizinan yang rumit dan pajak yang tinggi, kejahatan tinggi dan terorganisasi, dan tingginya korupsi (pemerintah maupun swasta).
Kedua, daya tarik investor di KEK harus dengan kebijakan upah buruh yang fleksibel. Menurut World Bank (2005), penyebab keengganan investor asing masuk ke Indonesia adalah upah buruh yang tidak fleksibel dan biaya pemutusan hubungan kerja yang tinggi. Indeks tidak fleksibelnya upah di Indonesia sangat tinggi dibandingkan negara Asia lainnya. Indeks untuk Indonesia adalah 57, sementara Malaysia 3, Thailand 42, dan Korea 34. Sedangkan indeks biaya PHK juga tertinggi, yaitu 157, indeks untuk Malaysia 74, Thailand 47, dan Korea 90.
Ketiga, optimalisasi KEK dapat ditingkatkan dengan kualitas tenaga kerja yang baik. Rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia dapat dilihat dari komposisi ekspor produk manufaktur. Menurut World Bank (2000), komposisi ekspor manufaktur berkomponen teknologi tinggi Indonesia hanya 15%, sementara Thailand 50%, Malaysia 50%, Singapura 60%, Korea 40%, dan Hong Kong 30%.
Keempat, menekan biaya investasi. Merujuk laporan World Bank (2005), biaya investasi di Indonesia tergolong tinggi, tercermin dari prosedur investasi yaitu 12 prosedur, waktu yang lama (151 hari), dan biaya yang tinggi (126% per pendapatan perkapita). Sedangkan Malaysia hanya sembilan prosedur, waktu 32 hari, dan tanpa biaya.



Dikutip dari

0 komentar:

Posting Komentar

TWITTER

INSTAGRAM

MESSAGES

Nama

Email *

Pesan *

Copyright © HMJ IESP FEB UNDIP | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com