Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Studi dan Pembangunan

Rabu, 03 Agustus 2016

KETAHANAN PANGAN NASIONAL

Sesuai amanat Undang-undang Republik Indonesia No 18 tahun 2012 tentang pangan maka negara berkewajiban mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi pangan dalam setiap rumah tangga yang terpenuhi dengan adanya pangan yang tercukupi, baik dalam jumlah maupun mutunya, merata keseluruh rakyat, dan terjangkau bagi setiap lapisan masyarakat. Sedangkan ketahanan pangan dalam tingkat nasional dapat dipahami sebagai kemampuan suatu bangsa/negara untuk dapat mencukupi kebutuhan pangan masyarakatnya secara aman, mutu yang baik, dan memaksimalkan keragaman sumber daya yang ada di negara tersebut untuk menjadi bahan pangan yang baik bagi warganya.
Ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan. Sedangkan outcome dari ketahanan pangan yaitu status gizi. Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Jika salah satu subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik.
Sub Sistem Ketersediaan (food availability)
Sub sistem ketersediaan diartikan sebagai ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara, baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan.
Sub Sistem Akses Pangan (food access)
Sub sistem akses pangan diartikan sebagai kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimiliki untuk memperoleh pangan serta gizi yang cukup. Pangan serta gizi yang cukup tersebut dapat diperoleh melalui produksi pangan sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan.
Sub Sistem Penyerapan Pangan (food utilization)
Sub sistem penyerapan pangan diartikan sebagai  penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air, serta kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumah tangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gisi dan pemeliharaan balita (Riely et.al, 1999).
Status Gizi (Nutritional status)
Status gizi adalah outcome dari ketahanan pangan. Status gizi merupakan cerminan kualitas hidup seseorang yang dapat diukur melalui angka harapan hidup, tingkat gizi balita, dan kematian bayi.
Cara mewujudkan ketahanan pangan nasional:
1. Membatasi penggunaan sumber daya alam secara berlebihan.
2. Menghindari pemanfaatan sumber daya alam dengan cara perusakan lingkungannya.
3. Melakukan regenerasi dari sumber daya alam yang telah digunakan dengan cara tidak merusak ekosistem yang ada, menghentikan penebangan liar, serta menghentikan perusakan laut dan terumbu karang.
4. Meminimalisir pembangunan yang tidak berasas ramah lingkungan.
Sumber:
http://rucsyaditya.blogspot.co.id/2014/07/kerangka-sub-sistem-ketahanan-pangan.html
http://www.kompasiana.com/markobrown70/mewujudkan-ketahanan-pangan-dan-terwujudnya-ketahanan-nasional_552fa28e6ea8347f058b4592
http://jokowarino.id/mewujudkan-kedaul

Senin, 01 Agustus 2016

PERAN KEK (KAWASAN EKONOMI KHUSUS) DALAM MENGEMBANGKAN EKONOMI KEWILAYAHAN




Pertumbuhan Ekonomi Indonesia diukur dengan tingkat GDP  dalam kurun waktu 2012-2014 selalu berada di atas 5% suatu pertanda yang menandakan pertumbuhan negara kita konsisten secara nasional . 

Tetapi, bagaimana jika pertumbuhan ini dilihat secara kewilayahan ? kita dapat melihatnya melalui sumbangan per pulau kepada GDP secara nasional. 

berikut tabel Peranan Wilayah dalam penyumbangan GDP nasional dalam kurun 2012-2014
Pulau
2012
2013
2014
Sumatera
23,10
23,08
23,17
Jawa
56,69
57,08
57,38
Bali & Nusa Tenggara
2,79
2,80
2,87
Kalimantan
9,66
9,24
8,71
Sulawesi
5,41
5,49
5,65
Maluku & Papua
2,35
2,31
2,22
Total
100
100
100
Dikutip dari data BPS laporan perekonomian Indonesia 2015

Jika kita melihat tabel diatas kita dapat menyimpulkan bahwa peranan pulau jawa masih masih mendominasi tingkat GDP Nasional Indonesia, penyebab hal ini adalah kurangnya pembangunan infrastruktur di luar pulau jawa, akibat  dari kurangnya pembangunan infrastruktur di luar pulau jawa menyebabkan kesenjangan infrastruktur pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) . Oleh karena itu, kebijakan yang diambil pemerintah saat ini. Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)  2005-2025 dan Visi-Misi Presiden serta Agenda Prioritas Pembangunan (NAWA CITA)
Berdasarkan hal tersebut maka diterapkan tujuan pembangunan wilayah pada tahun 2015-2019 adalah mengurangi kesenjangan pembangunan wilayah, antara KBI dan KTI melalui percepatan dan pemerataan pembangunan wilayah, Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di luar Jawa dan pembangunan desa dan kawasan perdesaan salah satunya yaitu dengan rencana pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

 Peran KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) dalam mengembangkan ekonomi kewilayahan yaitu:

  •   Mengurangi kesenjangan ekonomi antar wilayah terutama antara Jawa dan luar Jawa.
  •   Percepatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah terutama di Luar Jawa (Sumatera, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua).
  • Memaksimalkan keuntungan aglomerasi.
  •  Menggali potensi dan keunggulan daerah yang selaras.
  •  Peningkatan efisiensi dalam penyediaan insfrastrustur.

Berikut strategi kebijakan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK):

  • 1    Pengembangan potensi ekonomi wilayah: mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, baik yang telah ada maupun yang baru di luar Pulau Jawa sesuai dengan potensi unggulan tiap wilayah.
  • 2.     Percepatan pembangunan konektivitas: a. Mengubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan melalui intermodal supply chained system, b. Memperluas pertumbuhan ekonomi dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland), c. Menyebarkan manfaat pembangunan serta luas melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan.
  • 3.     Peningkatan  kemampuan SDM dan IPTEK: peningkatan kemampuan SDM dan IPTEK dilakukan melalui penyediaan SDM yang memiliki kompetensi yang disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan industri di masing-masing pusat-pusat pertumbuhan dan kemampuan pengelolaan kawasan di wilayah belakangnya.
  • 4.  Regulasi dan kebijakan: dalam rangka mempermudah proses pembangunan pemerintah akan melakukan deregulasi peraturan-peraturan yang menghambat pengembangan investasi dan usaha di kawasan pertumbuhan ekonomi.
  • 5.     Peningkatan iklim investasi dan iklim usaha: dalam rangka mempermudah dan memperlancar proses kemudahan berusaha dan berinvestasi, salah satunya dilakukan dengan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di kawasan strategis dengan mempercepat pelimpahan kewenangan perijina dari Kepala Daerah kepada kepala PTSP.


Sumber:
BPS.Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2015. Jakarta

TWITTER

INSTAGRAM

MESSAGES

Nama

Email *

Pesan *

Copyright © HMJ IESP FEB UNDIP | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com